Jumat, 13 Februari 2009

Harga rendah mutu payah


Booming bisnis di bidang telekomunikasi di indonesia memaksa semua operator berlomba untuk memperkuat dan memperluas layanan kepada konsumen. Salah satu diantaranya adalah dengan membangun jaringan kabel fiber optik. Dimana-mana ada galian, disini galian disana galian. Beberapa operator besar seperti Telkom, Indosat, Exelcom berada pada posisi teratas dalam hal jaringan fiber optik. Operator besar tersebut telah memiliki jaringan kabel ke hampir seluruh pelosok nusantara. Biasanya mereka melewati route jalan yang hampir sama satu sama lain. Artinya dalam kondisi tertentu suatu ruas jalan telah dilewati oleh tiga kabel milik tiga operator berbeda. Artinya juga bahwa ruas jalan itu telah digali dan diurug sebanyak tiga kali oleh kontraktor pemasangan kabelnya. Bayangkan saja bagaimana rasanya warga masyarakat yang tinggal di sekitar ruas jalan tersebut. Hari ini digali besok diurug, minggu depan digali lagi dan seterusnya. Hal ini lebih diperparah lagi dengan kemunculan operator-operator baru yang juga ikut mengembangkan jaringan kabelnya. Tentu galian kabel yang dilakukan pada suatu ruas jalan tertentu bukan hanya dua tiga kali digali urug tapi bisa jadi sampai lima atau enam kali digali pada ruas jalan yang sama. Beberapa operator memang menerapkan sistim mutu dan pengendalian dampak lingkungan yang cukup konsisten. Artinya walaupun mereka menggali pada ruas jalan yang padat sekalipun mereka akan menjaga semua dampak negatif dari adanya galian kabel. Dampak negatif yang sering muncul pada saat penggalian kabel adalah 1. kemacetan lalu lintas karena tanah bekas galian meluber memakan sebagaian ruas jalan, terganggunya akses keluar masuk warga sekitar jalan dan juga tidak adanya rambu-rambu yang bahkan bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan, 2. kumuh adalah dampak negatif yang selalu muncul akibat tanah bekas galian yang berhamburan karena tidak adanya perhatian dari kontraktor untuk merapikan timbunan, 3. rusaknya utilitas karena para kontraktor tidak melakukan perbaikan kembali sesuai dengan kondisi semula atau perbaikan kembali yang hanya dilakukan seadanya. Tentu hal-hal yang demikian sungguh sangat memprihatinkan. Niat para operator membangun jaringan kabel adalah untuk peningkatan pelayanan tetapi karena proses instalasi yang ngawur bisa berakibat pada kerugian masyarakat secara umum yang tentunya akan berpengaruh pada image operator bersangkutan. Semua itu memang suatu kondisi yang tidak berdiri sendiri. Artinya kontraktor memang mempunyai beberapa kendala dalam hal penyelesaian proyek. Kendala yang umum dialami adalah harga pengerjaan proyek yang rendah dari pemilik proyek. Memang betul, bahwa harga berapapun adalah harga kesepakatan pemberi proyek dan kontraktor yang tentunya telah ditetapkan dengan memperhatikan spesifikasi dan kualitas pekerjaan tertentu. Tetapi memang kontraktor sering pada posisi yang kurang menguntungkan karena mereka harus bersaing satu dengan yang lain dalam hal harga. Kejadian akhirnya sudah bisa ditebak, tentu kualitas pengerjaan akan dikorbankan sedemikian rupa sehingga kontraktor masih tetap bisa mengambil untung dari proyek tersebut. Inilah biang keladi dari seluruh kekacauan pelaksanaan proyek pembangunan jaringan kabel. Sekarang tinggal menunggu kebesaran hati para operator/pemilik proyek untuk membuat kebijakan-kebijakan yang bisa menghentikan kekacauan penanaman kabel yang sudah seringkali dikeluhkan oleh masyarakat luas.